Kamis, 24 Oktober 2013

Demi Cita-Citaku

Hari masih gelap, matahari pun belum muncul dari persembunyiannya. Perlahan kubuka mataku dan menatap jam dinding . Ternyata sudah menunjukkan pukul 3 pagi. Ibu yang sudah berada disampingku tersenyum dan mengelus rambutku perlahan. “Ayo Reza bangun, sudah pagi nanti kamu bisa terlambat sekolah.” Ucap ibu sambil menyiapkan seragam sekolahku yang sudah lusuh. Aku pun langsung bangkit dari tempat tidur dan segera mengambil handuk untuk mandi. Aku adalah seorang pelajar sekolah menengah atas negeri. Namaku Reza Mahardian, biasa dipanggil Reza. Aku berasal dari keluarga yang sangat sederhana. Ayahku bekerja sebagai petani, begitu pula ibuku juga bekerja sebagai petani. Aku adalah anak satu-satunya dalam keluargaku, jadi hanya akulah harapan ayah dan ibuku. Tempat tinggalku sangat jauh dari sekolah. Mungkin sekitar 5 kilometer dari rumah, maka dari itu, aku selalu bangun pagi-pagi sekali untuk bisa berangkat ke sekolah agar tidak terlambat. Maklum saja, di daerah tempat tinggalku tidak ada alat transportasi yang memadai. Jika ada yang mempunyai transportasi, itu hanya orang tertentu saja yang punya. Jadi aku memutuskan untuk berangkat sekolah dengan berjalan kaki bersama teman-temanku sekampung. Namun itu semua aku lakukan demi menggapai citaku-citaku yang ingin menjadi seorang polisi. Aku selalu bangun pukul 3 pagi dan berangkat pukul 3.30, dan tidak lupa untuk melaksanakan sholat subuh terlebih dahulu. Aku, Didin, Ical, Nimas, dan Emma selalu berangkat ke sekolah bersama. Terkadang aku yang menunggu mereka di pos, dan terkadang juga mereka yang sudah menungguku di pos. Setelah selesai mandi, berganti pakaian, sholat dan sarapan, aku berangkat ke sekolah dan pamit pada ayah dan ibu. Ternyata Didin, Ical, Nimas ,dan Emma sudah menungguku di pos. “Hey, maaf ya teman-teman kalo udah ngebuat kalian nunggu lama.” Kataku pada teman-temanku yang sudah menunggu kehadiranku. “Iya nggak apa-apa kok Rez, yuk kita berangkat sekarang.” Jawab Emma sambil tersenyum dan tanpa wajah marah sedikitpun. Akhirnya kami berangkat ke sekolah dengan membawa obor sebagai penerangan. Kami selalu melewati jalan yang sama setiap hari. Dimulai dari melewati sawah, melewati sungai yang airnya sangat deras, jalanan yang terjal, belum lagi jika musim hujan, sudah pasti air sungai meluap sehingga kami semua harus berganti pakaian jika sudah sampai disekolah. Memang perjuangan yang sangat berat untuk bisa sampai disekolah, namun aku dan teman-temanku tidak pernah lelah untuk melewati semua rintangan itu. “Eh, PR matematika kalian udah selesai belum?” Tiba-tiba suara Ical mengagetkan kami. “PR yang mana sih? Kok aku lupa ya?” Jawab Emma. “Kalo nggak salah di buku paket halaman 26. Duh, aku belum ngerjain nih!” Kata Ical panik. “Aku udah ngerjain kok teman-teman, nanti kalo udah sampai di sekolah kalian aku ajarin oke.” “Kamu emang baik banget Nimas! Makasih loh.” Emma sangat senang sekali mendengar Nimas sudah mengerjakan PR matematika yang diberikan Bu Ratna satu minggu yang lalu. “Terus PR kamu sama Didin udah apa belum?” Tanya Emma tiba-tiba padaku dan juga Didin. “ Sudah dong!” Aku dan Didin menjawab secara bersamaan. “Kalian emang dari dulu rajin banget yah.” Kata Ical yang memuji aku dan Didin. “Oh ya jelas dong, calon polisi itu harus yang rajin hahahaha…” Sahutku dengan nada yang sangat keras. Setelah sekian lama kami berjalan, tidak terasa matahari sudah muncul ke permukaan dan memancarkan sinarnya. Namun perjalan kami masih jauh dan kami semua harus bersemangat untuk bisa mendapatkan ilmu di sekolah. Dan tidak terasa kami telah sampai di gerbang sekolah tepat pukul 07.30. Bel sekolah berbunyi dan kami langsung memasuki ruang kelas masing-masing. Semua keringat yang aku rasakan dari rumah hingga duduk di bangkuku, sudah terbayarkan dengan menimba ilmu di tempatku duduk sekarang. Dan semua perjuanganku dengan teman-temanku yang melewati berbagai macam rintangan di jalan itu tidak ada harganya jika kita bersungguh-sungguh untuk mengikuti pelajaran di sekolah. Aku melakukan semua itu hanya demi membanggakan kedua orang tuaku dan demi menggapai cita-citaku. Agar kelak suatu saat nanti kehidupan keluargaku akan menjadi lebih baik dan aku bisa berbahagia dengan kedua orang tuaku. Kuncinya adalah aku tidak akan menyerah apapun yang terjadi, selalu patuh pada kedua orang tua, selalu berdoa dimanapun kita berada, dan belajar dengan tekun. Karangan : Nurul Kartika

Tidak ada komentar:

Posting Komentar